Antara Cinta dan Konflik Hati
Konflik Hati, memang kadang kala permasalahan cinta membaut semua jadi sangat tidak enak, disinilah kadang Logika tidak berdaya meski se Jenius apapun orangnya, termasuk aku, sedih kadang jika mengingat semau hal yang terjadi, mengapa kisah hidup ini harus seperti ini, tetapi aku sadar bahwa ini adalah ujian dari Tuhan untuk naik Level, bagiku pendidikan dan dunia pekerjaan adalah satu hal yang menjadi terget harga mati untuk dicapai, ujian bertubi-tubi menghujani tetapi aku mampu melewatinya dengan baik.
Bahkan saat ini sudah mencapai puncak, tetapi alangkah tidak adilnya Tuhan jika tidak memberikan cobaan tidak berarti pada hidup ku. Dia pasti tahu mana yang menurutnya adil, Sebelum hari ini saat aku menulis kisah ini ada doa yang diminta, dalam hati kecil "Tuhan aku ingin berubah, Aku butuh satu hal yang mampu membuat ku bisa berubah jika hanya seperti ini mungkin aku sulit untuk merubahnya". Seakan doa itu terkabulkan semua masalah muncul satu-persatu.
Doa ku rasanya sudah terjawab semua, Aku percaya tidak ada ujian yang tidak bisa dilewati bagi orang yang merasa dekat dan menggantukan semua kepada Tuhan. Ini adalah masalah perasaan yang mungkin akan aku ingat ketika tua nanti dan membaca kembali hal sama saat nanti mendapatkan cobaan yang lebih berat lagi menyadari bahwa aku pernah berjanji kepada Alloh untuk lebih baik.
Kisah cinta kami memang rasanya sudah dimulai lama, tetapi bukan sebagai kekasih atau pacar sekarang dia kembali dari masa lalu dan mengajak hidup mencapai masa depan, disaat semua yang diimpikan sudah akan menjadi kenyataan barulah ada banyak sekali masalah yang muncul, mulai menguji cinta kami berdua. Aku masih mengingatnya saat menulis kisah ini beberapa minggu sebelum ini, terjadi tepat pada hari Minggu, 14 Juni 2015 aku mengajak Sang Puteri untuk dikenalkan kepada orang tua.
Rasanya hari itu adalah waktu yang sangat membahagiakan, akan masih tetap ingat Dia menggunakan pakaian serba Pink, sedangkan aku menggunakan pakaian Levis serba Biru, kami datang dan berjumpa dengan orang tua ku, mengobrolkan banyak hal mulai dari renca menikah sampai dengan tunangan. Tetapi ada sedikit ganjalan saat itu yang sedang ku rasa.
Terbebani karena Sang Puteri terkesan terburu-buru ada hal yang ditakutkan, kalau aku boleh jujur kepada mu Tuhan sebelum semua masalah besar ini terjadi aku merasa terbebani dengan sikap keluarga Sang Puteri bukan dari orang tua, tetapi dari keluarga lainnya seperti saudara, kadang aku merasa risih seolah disanjung dan dibangkan dengan materi yang aku punya. Bahkan perasan terbebani lainnya adalah seoalah aku menjadi tumpuan dan andalan dari keluarga Sang Puteri padahal ini belum mulai.
Dalam hati kecil selalu saja aku mencoba menguatkan diri tanpa menentang rasa itu hati ini selalu konflik, karena kalau boleh jujur lagi hal ini tidak sesuai dengan hati nurani. Hati ini selalu konflik tetapi kadang kala aku merasa bahwa harus bertahan dan memaksakan diri untuk sebuah kebahagian. Tetapi semakin mencoba untuk bertahan aku semakin tidak menjadi diri sendiri dan tidak nyaman, Saat itu aku tidak berdaya hanya bisa pasrah saja.
Hati ku selalu merasa tertekan kenapa kok seperti ini, memang ku sadari mereka tidak pernah melakukan hal itu dengan omongan tetapi sikap mereka menunjukan secara halus hal tersebut, kelemahan ku adalah tidak bisa mendengarkan keluhan susah orang saat aku bisa membantu mereka. Aku hidup dan besar dalam lingkungan tegas, berfikir tanpa dikekang, mengatakan setiap kejujuran meski pahit, dan keras menolak jika tidak sesuai dengan hati.
Saat itu juga aku tidak berdaya karena besarnya cinta ini kepada Sang Puteri, yang aku takutkan hanya satu, yaitu dia Tidak Bahagia itu saja, Jika aku menentang hal tersebut. Dalam diri ini sudah ada prinsip bahwa akan hidup dengan cara sederhana meski serba kecukupan, tidak membanggakan materi, aku ingin dipandang orang dan dihargai sebagai status sosial yang tinggi bukan karena materi, tetapi karena sikap yang aku punya mampu merubah dan menjadikan banyak orang lebih baik lagi.
Aku tidak mau terpaksa dan seolah dipaksa dengan siapapun untuk memberikan bantuan, Aku tidak mau jika aku dibohongi, Aku selalu bersikap tidak tahu padahal sebenarnya aku tahu tetapi tetap diam untuk menguji bagaimana mereka sesungguhnya. Tetapi keluarga Sang Puteri tidak memahami hal tersebut, kami hidup dan dibesarkan secara mandiri, kesuksesan terbesar yang kami dapat adalah mandiri bukan mengandalkan keluarga.
Aku hanya ingin jika membantu orang bukan karena paksaan tetapi memang benar-benar Ikhlas memberi itu saja. Bukan karena takut nanti Sang Puteri tidak bahagia atau lainnya. Masalah seperti ini terus saja menghantui ku. Sering dengan menguji sampai sejauh apa mereka. Mungkin jika aku bisa bertahan memaksakan diri aku siap tetapi kenyataannya tidak bisa. Setiap hari aku berdoa dan mengeluh "Tuhan kenapa kok rasanya tertekan sekali dengan yang dirasa saat ini, aku hanya ingin jadi diri sendiri dan berbuat sesuai dengan hati nurani".
Setiap hari aku berdoa seperti itu, aku sudah jelaskan bahwa keluarga dari pihak orang tua Sang Puteri tidak pernah menuntut apa-apa tetapi dari pihak lainnya dengan cara lebih lembut memposisikan aku merasakan hal seperti itu menjadi beban hidup bergantunya banyak keluarga. Aku sadar bahwa aku diberikan rejeki lebih untuk membantu tetapi biarkan aku membantu dengan cara ku sendiri tanpa dipaksa.
Selalu saja aku mengatakan dalam menganalisis sesuatu ada banyak yang bisa aku simpulkan, Semua itu memang sesuai dengan apa yang dirasa. Mungkin Alloh sayang dengan ku tidak ingin melihat tersiksa dan seolah aku mendapatkan jawaban dari pertanyaan itu. Sampai tiba setelah hari yang sama seperti yang ku tulis diatas Minggu, 14 Juni 2015 adalah sejarah baru dimana aku merasakan kebahagian sangat besar dan kekecewaan yang sangat besar pula.
Berawal dari kedatangan Sang Puteri ke rumah ku, pagi sekitar jam 10.40 aku menjemputnya kerumah dan menjak memperkenalkan kepada orang tua atas rencana kami untuk menikah tanggapan positiv kami dapatkan. Bahkan sore itu sebelum pulang aku sempat mengukur jarinya untuk membelikan cincin tunangan dan rencana lebaran ini kami menikah. Kalau boleh jujur aku belum siap tetapi yang mengajak nikah dalam waktu dekat meski terasa buru-buru hati ini harus siap karena menurutku kesempatan ini datang cuma sekali.
Tidak Berfikir panjang, aku menyetujuinya tetapi hari ini Sang Puteri sempat mengatakan bahwa "Keputusannya Besok" hari Senin 15 Juni 2015 dan keputusan itu tergantung Aku (Penulis)". Padahal seharusnya yang memutuskan pihak perempuan. Meski bingung apa yang dimaksud tetapi aku
Perasaan dan firasat tidak enak hati selalu bergetar kencang entah kenapa ingin menangis meski tidak ada masalah, tetapi aku hanya bisa meyakinkan diri bahwa aku tidak apa-apa dan tidak akan terjadi apa-apa. Sesaimpainya dirumah setelah mengantar, SMS dari Sang Puteri masuk bukan menayakan sudah sampai diruma atau belum tetapi, "Ada Surat di dalam Jok Motor di bawah jas Hujan" yang ia titipkan untuk ku baca.
Hati ini bergetar saat memegangnya, merasa drop total meski belum dibuka, perlahan membuka sedikit demi sedikit dan membaca bait tiap bait kaliman yang ditulis. Tidak banyak tetapi bagiku setelah mengetahui hal tersebut "Air Mata Ini rasanya kering untuk menetes" begitu sedih, kecewanya membaca isi surat itu. Permasalahannya tidak begitu besar tetapi cara menyampaikan dan nilai sikapnya lah yang membaut ku sangat kecewa.
Betapa tidak "Jika ada orang yang mencoba meyakikan mati-matian untuk membaut anda parcaya, setelah anda percaya dia mengatakan bahwa apa yang diyakinkan selama ini dan membuat ku percaya itu semuanya sebenanya bohong" aku sudah sangat percaya dengan kebohongan itu. Disinilah hati memberontak aku marah dan kesal meski masalah itu kecil, karena selama ini tanpa disadari aku sudah mengorbankan banyak hal tapi balasan seperti ini.
Yang membuatku kesal adalah aku berusaha menutupi yang tidak ku sukai seperti yang dijelaskan sebelumnya dan mencoba tidak menjadi diri sendiri, hal itu tetap saja dilakukan karena aku ingin membuatnya bahagia sementara dia memberikan kebohongan besar. Kemarahan itu berdampak pada keputusan ku untuk menyudahi hubungan ini.
Aku berusaha kuat dan tegar dengan semua tetapi hati ini tidak bisa berbohong karena masalah yang dihadapi jauh lebih kecil dari rasa cinta yang ku miliki kepada Sang Puteri. Kadang aku berfikir Apa aku salah jatuh cinta padanya yang telah membuat hati ini terluka dan meneteskan air mata. Aku selalu meyakinkan diri untuk kuat "Air Mata yang Telah Jatuh tidak akan pernah didapat kembali.
Tidak berangsur lama sekitar satu hari setelah itu, ada satu permintaan ku yang akan diusahakan "Saat itulah aku meminta bertemu dengannya untuk terakhir kalinya". Dari sana kami memulai dan membahas permasalahan ini, semua kemarahan dan emosi ku disampaikan, aku sempat berkata kepada dia"Silahkan gunakan cara mu untuk menyelesaikan masalah mu, tetapi tolong jangan libatkan aku dalam masalah itu kalau sampai aku dilibatkan dalam membuat alasan, aku harus ikut campur dan kamu harus ikuti juga cara ku menyelesaikan masalah jika melibatkan aku" karena menurutku cara mu tidak menyelesaikan masalah.
Masalah sepele ini sudah banyak yang tahu keluarga ku tahu dan keluarga dia juga tahu. Kesimpulannya adalah aku tidak mendapatkan restu dari orang tua ku dan ingin mengakhir semua hari itu juga. Setelah aku pulang keruma lega rasanya menyelesaikan semua permasalahan itu. Tidur pun menjadi nyenyak tidak ada beban. Aku kuliah sampai dengan S2 dan selalu lulus dengan predikat dengan pujian, tidak ada yang meragukan kemampuan ku dalam berfikir, tetapi setelah masalah ini aku merasa di bodohi oleh anak lulusan SMA terasa dibegoi. Hati kecil tidak diterima seolah dipermainkan.
Tidak ada pikirkan hal lain karena malam itu adalah malam terakhir aku berada di desa ku renca mernacai ke pulau seberang, dan akan pulang lagi jika benar aku gagal menikah, kembali setelah memiliki Istri dan menyelesaikan Studi ku. Aku tidak ingin Dia mengganggu ku lagi. Tegas memutuskan. Waktu berlalu dengan cepat saat pagi tiba tepat jam 3.45 hape ku berbunyai SMS masuk.
Tidak bisa disebutkan apa isi rinci dari sms itu tetapi yang pasti apapun terjadi dia mengatakan ingin hidup bersama dan melupakan semau, memperbaiki semuanya dan hidup dengan cara ku. Aku tidak kuasa untuk menolak meski mulut ini mengatakan tidak hati kecil ini masih tetap miliknya. Kegagalan ku menikah sebelumnya menjadi trauma besar rasanya tidak siap jika harus ditinggal nikah dan gagal untuk yang kesekian kalinya.
Aku mengajaknya pergi jika memang orang tua kami tidak merestuai hubungan ini, dan akan kembali ketika kami mendapatkan restu. Aku menunda rencana merantau ku hanya untuk dia. Perjalanan kami panjang sampai terhenti ditengah perjalanan kami mendapatkan apa yang kami perjuangkan, perjalanan menggunakan sepada motor pulang pergi 157 km hanya terhenti makan dan kembali untuk menyelesaikan masalah.
Semua memang sudah dengan yang diharapakan, aku merasa bahagia ternyata kami bisa melewati masa sulit itu, tetapi hati ini mulai ragu lagi, aku mengorbankan banyak hal dan memberikan yang terbaik untuk Sang Puteri sedangkan aku tidak dapat apa-apa dari itu jika dilanjutkan kecuali rasa mencintai dan dicintai. Konflik hati rasanya belum usai aku terus menimbang dengan logika.
Manusia bisa saja salah dan khilaf, apa aku siap ketika nanti Sang Puteri mengulangi kesalahan sama dan kembali mengecewakan, Apa aku siap menerima dia kembali lagi setelah menikah nanti, dan aku juga tidak bisa berjanji dan mengatakan yang manis-manis untuk meyakinkan tidak berbuat salah, sebab aku juga hanya manusia biasa yang bisa kapan saja berbuat dosa membuat kesalahan lebih besar.
Tetapi yang harus diingat bahwa kata-kata sederhana satu ini, "Saat aku bisa mendapatkan pengganti Sang Puteri bahkan jauh lebih baik lagi dengan mudah dalam kondisi kemapanan ku saat ini, jika aku tidak siap menikahi hidup bersama karena sikap buruknya, bagiku itu bukan hal sulit yang bisa aku dapat. Tetapi sebaliknya saat aku masih bisa tetap bertahan dan memilihnya tinggal berfikirlah Sang Puteri betapa aku sangat menyayanginya karna bagi ku pilihan ini aku yang menentukan.
Kadang cinta tidak sesederhana itu, mencari pengganti dengan cepat dan memaksa diri untuk terlihat bahagia padahal sebenarnya ada luka dibalik itu, aku tidak pernah mau, karena percuma penghasilan ribuan dolar perbulan dan bergelimang harta jika tidak bahagia hidup akan sia-sia rasanya. Tidak banyak yang aku inginkan menikahi pilihan ku dan Dicintai serta mencintainya sama besar.
Aku tidak akan meminta apapun dan menuntut seperti apa kedepan atau megatakan hal muluk-muluk dari apa yang sudah ku korbankan, tetapi aku hanya ingin Sang Puteri berfikir sendiri bahwa aku akan tetap memberikan yang terbaik dan membahagikannya, seandainya dia mengecewakan aku lagi dan terus menyakiti hati ini, aku akan tetap berbuat baik saat nanti aku tidak bahagia dengan pilihan ku sendiri aku Ikhlas menerima apapun itu.
Akan tetap sama memberikan yang terbaik untuk orang yang ku sayang meski dia jahat kepada ku. Aku sangat yakin saat aku memikirkan kebahagian orang yang disayang, tanpa sempat mencari kebahagiaan, Alloh yang akan menjamin kebahagiaan ku. Itulah jawaban ku atas konflik hati ini, berbuat baik dan Ikhlas menerima tanpa mengharapkan apapun, hanya ingin Dicintai dan Mencinatai menghabiskan hidup sekali ini bersamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar